Jakarta – Pengetatan regulasi makanan dan minuman tinggi gula garam dan lemak (GGL) diusulkan tidak hanya berjalan pada pangan olahan, melainkan juga pangan siap saji. Artinya, termasuk di sejumlah restoran atau rumah makan Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) Muhammad Subuh menilai kasus diabetes hingga hipertensi akan terus sulit tertangani bila kebiasaan masyarakat dalam konsumsi tinggi GGL belum berhasil ditekan.

“Karena upaya preventif sangat berdekatan dengan hal yang kita sebut budaya dan perilaku, kebiasaan konsumsi tinggi GGL ini menjadi suatu masalah besar,” jelasnya dalam konferensi pers, Selasa (19/2/2025).

Subuh menilai perlu ada penetapan label pada restoran-restoran yang memiliki kandungan tinggi GGL. Hal ini juga dibarengi dengan edukasi risiko yang tercantum dalam setiap menu makanan.

“Misalnya di restoran-restoran dan menu tertentu, ada warning berisiko jantung, hipertensi, dan kolesterol, sehingga perlu dibatasi konsumsinya,” usul Subuh.

Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kebijakan Kesehatan Prof Asnawi Abdullah mengaku pihaknya masih mengkaji berbagai kemungkinan pengetatan GGL. Termasuk kebijakan pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan hingga kemungkinan penerapan ‘Nutri-Level’ di pangan olahan maupun siap saji.

Aturan tersebut nantinya akan dikeluarkan dalam bentuk turunan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023.

“Kita juga sambil mempelajari praktik baik dari negara-negara lain, dan di negara-negara lain yang telah diterapkannya itu, kita lihat bagaimana studi kebijakan di depan mereka, lalu apa kekurangan, supaya kita tidak mengulangi hal yang sama di negara lain,” terangnya kepada detikcom, Selasa (19/2).

“Benchmarking kita lakukan dan kita coba lihat plus minusnya, dan apa yang bisa kami adopsi, kadang-kadang tidak bisa sepenuhnya sesuai dengan konteks kita,” pungkas dia.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *